BAB II
PEMBAHASAN
A.
QS. Al-Baqarah (1) : 282-283
1.
Teks dan Tarjamah
يأَيُهاَ الَّذِينَ آمَنُوْا إِذَا تَدَيَنْتُمْ بِدَينٍ
إِلَى أَجَلٍ مُّسمّىً فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُبْ بَّينَكُم كاتِبٌ بِالعَدْلِ وَلاَ يَأبَ كاَتِبٌ أَنْ يَكتُبَ كَما عَلَّمَهُ اللَّه فَلْيَكتُبْ
وَليُملِلِ الَّذِي عَلَيهِ الحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللهَ ربَّهُ وَلاَ يَبْخَسْ مِنْهُ
شَيئاً فَإنْ كاَنَ الَّذِي عَلَيْهِ الحَقُّ سَفيهاً أَوْ ضَعِيْفاً أَوْ لاَ
يَستَطِيعُ أَنْ يُمِلَّ هُوَ فَليُملِل وَلِيُّهُ بِالعَدْلِ وَاسْتَشْهِدُوْا
شَهِدَينِ مِنْ رِّجَالِكُمْ فَإِنْ لَّم يَكُوْنَا رَجُلَينِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ
مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُهَدآءُ أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدِاهُمَا
الأُخْرَى وَلاَ يأَبَ الشُهَداءُ إِذاَ ماعُدُوا ولاَتَسْئَمُوا أَنْ تَكتُبُوْهُ
صَغِيراً أَوْ كَبيراً إِلَى أَجَلِهِ ذَا
لِكُم أَقسَطُ عِنْدَ اللهِ وَ أَقومُ للشَّهادةِ وَ أَدْنىَ أَلاَّ تَرْتَابُوا
إلاَّ أَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُضِيرُ نَها بَينَكُم فَلَيْسَ عَلَيكم
جُناحٌ ألاَّ تَكتُبُوهَا وَ أَشهِدُوا إِذَا تَبَا يَعتُمْ وَلآ يُضَا رَّ كاَتِبٌ
وَ لَا شَهيدٌ وَ إِنْ تَفْعَلُوْا فَإِنَّهُ فُسُوقٌ بِكُمْ وَاتَّقُوا اللهَ وَ
يُعلِّمُكمُ اللهُ وَ اللهُ بِكُلِّ شَيئٍ عَلِيمٌ
"Wahai orang-orang yang beriman!Apabila
kamu melakukan utang-piutang untuk waktu yang ditentukan,hendaklah kamu
menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis diantara kamu menuliskannya dengan
benar. Janganlah penulis menolak menuliskannya sebagaimana Allah telah
mengajarkannya,maka hendaklah ia menuliskan. Dan hendaklah orang yang berhutang
itu mendiktekan,dan hendaklah dia bertaqwa kepada Allah, Tuhannya dan janganlah
ia mengurangi sedikit pun darinya.Jika orang yang berhutang itu orang yang
akalnya kurang atau lemah (keadaan), atau tidak mampu mendiktekan sendiri, maka
hendaklah walinya mendiktekannya dengan
benar. Dan persaksikanlah dengan
dua orang saksi laki-laki diantara kamu. Jika tidak ada saksi dua orang laki-laki maka (boleh) seorang
laki-laki dan dua orang perempuan diantara orang-orang yang kamu sukai dari
para saksi (yang ada), agar jika ada seorang lupa, maka yang seorang lagi
mengingatkannya. Dan janganlah saksi-saksi itu menolak apabila dipanggil. Dan
janganlah kamu bosan menuliskannya, untuk batas waktunya baik (utang itu) kecil
maupun besar. Yang demikian itu lebih adil di sisi Allah, lebih dapat
menguatkan kesaksian, dan lebih mendekatkan kamu kepada ketidakraguan, kecuali
jika hal itu merupakan perdagangan tunai, yang kamu jalankan di antara kamu,maka
tidak ada dosa bagi kamu jika kamu tidak menuliskannya. Dan ambillah saksi apabila
kamu berjual beli, dan janganlah penulis dipersulit dan begitu juga saksi. Jika
kamu lakukan (yang demikian), maka sungguh, suatu kefasikan pada kamu. Dan
bertaqwalah kepada Allah. Allah memberikan pengajaran kepadamu dan Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu”.
2.
Makna mufradat
يآَيُهَاالَّذِيْنَ امَنُوْا اِذَا تَدَيَنْتُم بِدَيْن (Hai orang-orang yang beriman, jika kamu melakukan hutang-piutang) Perintah ayat ini ditujukan kepada orang-orang beriman ,tetapi yang
dimaksud adalah selalu menggambarkan hubungan antara dua belah pihak. Kata ini
antara lain bermakna pembalasan, ketaatan dan agama. Semuanya menggambarkan
hubungan timbal balik, atau dengan kata lain bermuamalah. Muamalah yang
dimaksud adalah muamalah yang tidak secara tunai, yakni utang-piutang.
اِلَى اَجَلٍ مُّسَمَّى (Untuk waktu yang ditentukan) Anak kalimat ayat ini menegaskan
ketika berhutang seharusnya sudah tergambar dalam benak penghutang, bagaimana,
serta dari sunber mana pembayarannya terlunasi. Ini juga
sebagai dalil bahwa waktu yang tidak diketahui (tidak ditentukan) adalah tidak
boleh[1]
فَاكْتُبُوْهُ (maka tulislah) Perintah menulis hutang-piutang
dipahami oleh para ulama sebagai anjuran, bukan di wajibkan. Menuliskan
utang beserta waktunya, karena hal ini lebih bisa mencegah perselisihan dan
percekcokan.[2]
كَاتِبٌبِاالعَدْلِ (Penulis yang adil) yakni
dengan benar, tidak menyalahi ketentuan Allah dan perundangan yang berlaku
dalam masyarakat. Tidak juga merugikan salah satu pihak yang bermuamalah.
Dengan demikian dibutuhkan tiga kriteria bagi penulis, yaitu kemampuan menulis,
pengetahuan tentang aturan serta tata cara menulis perjanjian, dan kejujuran.
وَلَايَأبَ كَاتِبٌ (Janganlah seorang penulis menolak) Selanjutnya
penggalan ayat ini meletakan tangung jawab di atas pundak penulisyang mampu. Walaupun pesan ayat ini
dinilai para ulama sebagai anjuran, tetapi ia menjadi wajib jika tidak ada
selainnya yang mampu, dan pada saat yang sama, jika hak dikhawatirkan akan
terabaikan.
وَلْيُمْلِل (Maka imlakanlah), atau dengan kata lain mendikte, Hal ini adalah keharusan
bagi piutang.
وَلَايَبْخَسْمِنْهُشَيْئًا (Janganlah ia mengurangi sedikitpun dari hutangnya) piutang tidak boleh
mengurangi hutangnya, saat penulis mengimlakannya.
سَفِيْهًاأَوْضَعِيْفًا (Lemah akalnya atau lemah keadaannya)
لَايَسْتَطِيْعُأَنْ يُمِلَّ (Tidak mampu mendiktekan sendiri ,sebab lemah
akalnya atau keadaannya ia menjadi seperti itu)
فَلْيُمْلِلِ وَلِيُّهُ (Maka walinya yang mendiktekannya (utang-piutang) tersebut). Maka
hendaklah walinya tersebut mewakilkannya setelah terlebih dahulu mencekal
penggunaan hartanya.
وَاسْتَشْهِدُوْشَهِدَيْن (Disaksikan dengan dua saksi), dua orang dari laki-laki. Yaitu meminta
kesaksian dari dua orang kaum muslimin yang mencakupi urusan mereka berdua
(pengutang dan pemberi utang) yang dapat memberikan kesaksian.
أَنْ تَضِيْلَ إِحْدَاهُمَا (Agar piutang memilih saksi yang mereka sukai) dua orang laki-laki atau
satu orang laki-laki dan dua orang perempuan.
وَلَاتَسْئَمُوْا (Jangan jemu untuk menuliskannya) peringatan bagi juru tulis untuk tidak
jemu dalam menuliskannya, karena mungkin saja mereka bosan dalam mencatatnya
karena banyaknya utang piutang.
وَ أَقوَمُ للشهادةِ (Lebih menguatkan kesaksian) jika hutang itu dituliskan,dan terdapat
para saksi
وَلَايُضَآرَّ كَاتِبٌ وَلَاشَهِيْدٌ (Dan janganlah penulis dipersulit begitu pula saksi). Janganlah yang
bermuamalah memudharatkan para saksi atau penulis.
فُسُوْقٌ بَيْنِكُمْ (Kefasikan mereka) janganlah
yang bermuamalah memudharatkan para saksi dan penulis. Jika kamu, wahai
para saksi dan penulis melakukan yang
demikian, maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan bagi
dirimu. Kefasikan adalah keluarnya seseorang
dari ketaatan kepada Allah swt, atau sengan kata lain durhaka kepda Allah serta
keluar dari ketaatan kepada-Nya.
3.
Asbabunnuzul
Ayat (Hai orang-orang yang beriman! Apabila kamu
melakukan utang-piutang) Ini mencangkup transaksi pinjaman atau Bai’ Salam. Allah
memerintahkan kepada orang yang berhutang untuk menuliskan hutang di buku catatan hutang masing-masing. Dan
memerintahkan kepada si pencatat hutang, agar menuliskannya secara adil. Dan
perintah Allah ini bersifat fardhu, kecuali jika ada dalil lain yang menyatakan
bahwa ayat ini bersifat anjuran saja. Sedangkan ayat lain yang berbunyi (Akan
tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain) berentangan laku
disaat tidak ada kesempatan untuk menulis,atau pergi ke pencatat hutang.Namun
jika ada kesempatan untuk menulis atau ada pencatatan hutang, maka hukumnya
menjadi wajib. Sebagaiman firmannya (Dan hendaklah seorang penulis diantar kamu
menuliskannya denga benar).
Diriwayatkan dari Adh-Dhahak,ia menjelaskan firman-Nya
(Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang-piutang untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya) Dia berkata ”Jika
jual-beli tidak secara tunai,maka diperintahkan agar dicatat, baik dalam
transaksi berskala kecil maupun besar” Dan diriwayatkan dari As-Saddi tentang
maksud ayat ini, dia berkata ”Janganlah penulis enggan menuliskannya jika dalam
keadaan senggang”.
4.
Tafsir
surat
Inilah ayat yang terpanjang
dalam Al-Qur’an dan merupakam Ayat al-Mudayyanah (utang-pituang). Ayat
ini menjelaskan tentang kewajiban menulis utang-piutang dan mempersaksikannya
di hadapan pihak yang dipercaya (notaris) dalam jumlah (utang) yang besar
maupun kecil disertai ketetapan waktu.
Ayat 282 ini dimulai dengan
seruan Allah swt, kepada kaum yang menyatakan beriman, “Hai orang-orang yang
beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang
ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya”. Ketentuan ini membuat masalah
hutang piutang menjadi jelas, selain menyatakan bahwa hal itu diperbolehkan,
dan menetukan jangka waktu hutang. Dalam ayat ini menyertakan semua jenis utang
yang ditemui dalam tawar menawar, seperti pembelian dengan kredit, tawar
menawar waktu, dan hutang itu sendiri.[3]
Dengan perintah menulisnya adalah tuntutan yang sangant dianjurkan, hal ini
dapat memudahkan kedua belah pihak.
Kata
تداينتم)) taddayantum diterjemahkan dengan bermuamalah, dari kata دين)) dain Kata ini memiliki banyak
arti, tetapi kata yang dihimpun dari huruf (dal ,ya, dan nun)
selalu menggambarkan hubungan antara dua belah pihak salah satunya berkedudukan
lebih tinggi dari pihak yang lain. Kata ini antara lain bermakna pembalasan, ketaatan,
dan agama. Semuanya menggambarkan hubungan timbal balik atau dengan kata lain
bermuamalah. Muamalah yang dimaksud adalah muamalah yang tidak secara tunai yakni
utang-piutang.
Penggalan ayat-ayat ini
menasihati kepada setiap orang yang melakukan transaksi utang-piutang dengan dua
nasihat pokok. Pertama, dalam pernyataan untuk waktu yang ditentukan. Dalam
konteks ini tidak pula mengisyaratkan bahwa ketika berhutang masa pelunasaannya
harus ditentukan,bukan dengan berkata “Kalau saya ada uang” atau “Kalau si A
datang” karena perkataan seperti ini tidak pasti, dapat ditunda ataupun
tertunda. Bahkan anak kalimat ayat ini bukan hanya mengandung isyarat tersebut,
tetapi juga mengesankan ketika berhutang seharusnya sudah tergambar dalam benak
penghutang, bagaimana serta dari sunber mana pembayarannya terlunasi. Dan
secara tidak langsung mengantarkan sang muslim untuk berhati-hati dalam
berhutang. Sedemikian keras tuntutan kehati-hatian sampai-sampai Nabi Muhammad
saw, enggan menshalati mayat yang berhutang tanpa ada yang menjamin hutangnya
(H.R Abu Daud dan an-Nasa’i) bahkan beliau bersabda “Diampuni bagi syahid semua
dosanya, kecuali hutang.(H.R Muslim dari ‘Amr Ibn al-‘Ash).
Perintah menulis hutang-piutang
dipahami oleh para ulama sebagai anjuran ,bukan di wajibkan.Itu diisyaratkan
oleh penggunaan kata (إذا) untuk menunjukan kepastian dalam menunjukan sesuatu. Jika kedua belah
pihak tidak pandai dalam baca tulis, maka hendaklah mereka mencari orang ketiga
sebagaimana bunyi lanjutan ayat. Selanjutnya Allah swt menegaskan: ”Dan
hendaklah seorang penulis diantara kamu menulisnya dengan adil”, yakni
dengan benar, tidak menyalahi ketentuan Allah dan perundangan yang berlaku
dalam masyarakat. Tidak juga merugikan salah satu pihak yang bermuamalah. Dengan
demikian dibutuhkan tiga kriteria bagi penulis, yaitu kemampuan
menulis,pengetahuan tentang aturan serta tata cara menulis perjanjian,dan
kejujuran.
Dalam ayat ini mendahulukan
penyebutan adil daripada penyebutan pengetahuan yang diajarkan Allah. Ini
karena keadilan, disamping menuntut adanya pengetahuan bagi yang akan berlaku
adil, juga karena seorang yang adil tapi tidak mengetahui keadilannya, akan
mendorong dia untuk belajar. Berbeda dengan yang mengetahui tetapi adil, ketika
itu pengetahuannya ia gunakan untuk menutupi ketidakadilannya. Ia akan mencari
celah hukum untuk membenarkam penyelewengan dan menghindari sanksi.
Selanjutnya
penggalan ayat ini meletakan tangung jawab di atas pundak penulis yang mampu. Walaupun
pesan ayat ini dinilai para ulama sebagai anjuran,tetapi ia menjadi wajib jika
tidak ada selainnya yang mampu,dan pada saat yangsama,jika hak dikhawatirkan
akan terabaikan.
Dan dalam firman Allah “Dan
hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakan” apa yang telah disepakati
untuk ditulis. Mengapa yang berhutang, bukan yang pemberi hutang? Karena dia
dalam kondisi lemah,jika yang pemberi utang yang menuliskankannya, bisa jadi
suatu ketika ia akan mengingkarinya. Deangan menuliskan sendiri hutangnya dan
di depan penulis,serta yang memberinya juga, maka tidak ada alasan bagi yang
berhutang untuk mengingkari isi perjanjian itu. Dan Allah mengingatkan agar
yang berhutang “Hendaklah ia bertaqwa kepada Allah Tuhannya”. Demikian
ia diingatkan untuk bertaqwa dengan menyebut dua kata yang menunjuk kepada
Allah, sekali Allah yang menampung seluruh sifat-sifat-Nya yang Maha Indah, termasuk
sifat Maha Perkasa, Maha Pembalas, Maha Keras siksaan-Nya dan di kedua kalinya Rabbahu,
yakni Tuhan Pemeliharanya. Ini untuk mengingatkan yang berhutang bahwa hutang
yang diterimanya serta kesediaan pemberi hutang untuk meminjamkannya tidak
terlepas dari pemeliharaan dan pengetahuan Allah terhadapnya, karena itu
lanjutannya “Janganlah ia mengurangi sedikitpun daripadanya” baik yang
berkaitan dengan kadar hutang, waktu, cara pembayaraan dan lain-lain yang
dicakup oleh kesepakatan bersama.
Lanjutan ayatnya, bagaimana
kalau yang berhutang karena suatu hal
tidak mampu mengimlakannya? “Jika yang berhutang itu orang yang lemah
akalnya, tidak pandai mengurus harta karena suatu sebab atau lemah keadaannya,
seperti sakit atau telah lanjut usia atau dia sendiri tidak mampu
mengimlakannya, seperti bisu atau tidak mengetahui bahasa yang digunakan, maka
hendaklah walinya mengimlakannya dengan jujur”.
Setelah menjelaskan tentang
penulisan diatas, maka uraian berikut adalah menyangkut persaksian baik dalam
hal tulis menulis ataupun lainnya. Kata saksi yang digunakan ayat ini adalah (شهدين) syahidain bukan (شاهدين) syaahidain. Ini berarti bahwa saksi yang
dimaksud adalah yang benar-benar wajar serta telah dikenal kejujurannya sebagai
saksi, dan telah berulang-ulang melaksanakan tugas tersebut. Dengan kata lain
tidak ada keraguan yang menyangkut kesaksiannya. Dua orang saksi dimaksud
adalah saksi-saksi laki-laki yang merupakam anggota masyarakat muslim. Atau
jika tidak ada yakni, kalau bukan dua orang saksi laki-laki, maka (boleh)
seorang laki-laki,dengan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai,
yakni yang disepakati oleh yang melakukan transaksi.
Ayat ini menerangkan bahwa, jika
salah satu perempuan lupa, maka seorang lagi, yakni yang menjadi saksi
bersama mengingatkannya. Yang menjadi alasan adalah perempuan, karena
kuatnya emosi yang mereka miliki sehingga kesaksian oleh perempuan harus secara
bersama-sama.[4]
Persoalan ini dapat dilihat pada pandangan dasar Islam tentang tugas utama
wanita dan fugsi utama yang dibebankan atasnya.
Sebagaiman Allah berpesan “Janganlah
saksi-saksi itu enggan (memberi keuntungan) apabila mereka dipanggil. Karena
keengganan dapat mengakibatkan hilangnya hak dan korban. Yang dinamai saksi
adalah orang yanh berpotensi menjadi saksi, walaupun ketika itu dia belum
melaksanakan kesaksian, dan dapat juga secara aktual menjadi saksi. Setelah
mengingatkan para saksi, ayat ini kembali membicarakan tentang hutang-piutang,
tapi dengan memberi penekanan terhadap hutang yang berjumlah kecil, karena
biasanya perhatian tidak diberikan secara penuh menyangkut hutang yang
kecil,padahal yang kecil pundapat memicu permusuhan bahkan pembunuhan. Karena
itu ayat ini mengingatkan, janganlah kamu jemu menulis hutang itu baik kecil
maupun besar sampai yakni, batas waktu membayarnya.
Yang demikian itu, yakni
penulisan htang-piutang dan persaksian yang dibicarakan itu, lebih adil di
sisi Allah, yakni dalam pengetahuan-Nya dalam dalam kenyataan hidup dan lebih
dapat menguatkan persaksian serta lebih dekat kepada tidak
menimbulkan keraguan di antara kamu.
Petunjuk-petunjuk di atas
adalah jika muamalah dilakukan dalam bentuk utang-piutang. Tetapi jika ia
perdagangan tunai yang kamu jalankan diantara kamu, maka tidak ada dosa bagi
kamu (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual
beli, perintah ini oleh mayoritas ulama diartikan sebagai petunjuk umum bukan
perintah wajib.
Penggalan ayat berikutnya
menyatakan (ولايضاركاتب ولاشهد) wa la yudharra kaatibbu wala syahida) yang berarti janganlah
penulis dan saksi memudharatkan yang bermuamalah, dan dapat diartikan
juga janganlah yang bermuamalah
memudharatkan para saksi dan penulis. Jika kamu, wahai para saksi dan penulis
melakukan yang demikian, maka
sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan bagi dirimu. Kefasikan adalah keluarnya seseorang dari ketaatan
kepada Allah swt, atau dengan kata lain durhaka kepda Allah serta keluar dari
ketaatan kepada-Nya.
Ayat ini diakhiri dengan
firman-Nya “Dan bertaqwalah kepada Allah; Allah mengajar kamu; dan Allah mengetahui
segala sesuatu”. Menurut ayat ini dengan perintah bertaqwa disusul dengan
mengingatkan pengajaran Illahi, merupakan penutup yang tepat, karena seringkali
yang melakukan transaksi perdagangan menggunakan pengetahuan yang dimilikinya
sebagai dengan berbagai cara tersembunyi untuk menarik keuntungan sebanyak
mungkin. Dari sini peringatan tentang perlunya taqwa serta mengingat ajaran
Illahi menjadi sangat tepat.
B.
Surat Al-Baqarah ayat 283
1.
Teks dan Terjemahan
وَإِن كٌنتٌم عَلَى سَفَرٍ
وَلَم تَجِدُوا كاَتِباً فرِهانٌ مَقبُوضَةً فإن أَمِنَ بَعضُكُم بَعضاً
فَليُؤَدِّ الَّذِى أُؤتُمِنَ أَماَنَتَهُ
وَليَتَّقِ اللَّهَ رَبُّهُ وَلاَ تَكتُمُو الشهادة ومَن يَكتُمهاَ
فَإِنَّهُ أَثِمٌ قَلبُهُ وَ اللَّهُ بِما تَعمَلُونَ عَلِيمٌ
“Jika kamu dalam perjalanan
sedang kamu,tidak mendapatkan seorang penulis ,maka hendaklah ada barang
tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu
mempercayai sebagian yang lain,maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan
amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah Tuhannya;dan
janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barang siapa yang
menyembunyikannya,maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya dan
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
2.
Makna mufradat
وَلَمْ يَجِيْدُ كَاتِبًا Tidak ada penulis, ketika dalam
perjalanan dan bermu’amalah tidak secaratunai
فَرِهَانٌ مَقْبُوْضَةٌ Barang tanggungan
yang dipegang oleh yang berpiutang, memberi barang tanggungan
sebagai barang pinjaman, atau dengan kata lain menggadai,
أَوْتُمِنَ أَمَانَتَهُ maka hendaklah yang dipercayai
itu menunaikan amanatnya (hutangnya). kepercayaan dan amanah timbal
balik. Hutang diterima oleh pengutang, dan barang jaminan diserahkan oleh pemberi hutang.
وِلَاتَكْتُمُواالشَّهَادَةَ menyembunyikan persaksian, yakni jangan mengurangi,
melebihkan, atau tidak menyampaikan sama sekali, baik yang diketahui oleh
pemilik atau pun yang tidak diketahuinya.
أثِمٌ قَلْبُهُ Berdosa hatinya, jika ia mengurangi ,melebihkan
atau tidak menyampaikan sama sekali.
3.
Asbabunnuzul
Allah memerintahkan untuk memberikan jaminan apabila
mereka tidak mendapatkan pencatat. Selanjutnya
Allah swt memperbolehkan untuk tidak memberika jaminan. Perintah ini merupakan
hak bukan kewajiban.Al-Qur’an mengisyaratkan bahwa perintah untuk mencatat lalu
menghadirkan saksi kemudian memberikan jaminan merupakan sebuah petunjuk,bukan
sebagai kewajiban bagi mereka. Ada pembolehan agar mereka saling mempercayai sehingga
meninggalkan pencatatan,persaksian,dan jaminan.
Allah swt memerintahkan agar manusia bertaqwa
kepada-Nya dengan memelihara diri supaya selalu melaksanakan
perintah-perintah-Nya dan menghentikan larangan-larangan-Nya. Allah mengajarkan
kepada manusia segala yang berguna baginya,yaitu dengan cara-cara memelihara
hartanya.
4.
Tafsir surat
“Jika kamu dalam perjalanan
dan bermuamalah tidak secara tunai, sedang kamu tidak mendapatkan seorang
penulis yang dapat menulis hutang-piutang sebagaimana mestinya, maka
hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh piutang).”
Disarankan untuk memberi
barang tanggungan sebagai barang pinjaman,atau dengan kata lain menggadai, walau
dalam ayat ini dikaitkan dalam perjalanan, tetapi bukan berarti bahwa
menggadaikan hanya dibenarkan dalam perjalanan. Nabi Muhammad saw pernah
menggadaikan perisai beliau kepada seorang Yahudi, padahal ketika itu beliau
sedang berada di Madinah. Dengan demikian kata dalam perjalanan, hanya karena
seringnya tidak ditemukan penulis dalam perjalanan. Bahkan menyimpan barang
sebagai jaminan atau mengadainya pun tidak harus dilakukan, karena itu, jika
sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai
itu menunaikan amanatnya, hutang atau apapun yang ia terima. Disini jaminan
bukan berarti tulisan atau saksi, tetapi kepercayaan dan amanah timbul balik. Hutang
diterima oleh pengutang, dan barang jaminan diserahkan oleh pemberi hutang.
Jaminan tersebut harus benar-benar diambil sebagai hak milik orang yang
memberikan utang sehingga timbul rasa percaya.[5]
Kepada para saksi, pada
hakikatnya juga pemikul amanah kesaksian, diingatkan janganlah kamu, wahai
para saksi menyembunyikan persaksian, yakni jangan mengurangi, melebihkan,
atau tidak menyampaikan sama sekali, baik yang diketahui oleh pemilik atau pun
yang tidak diketahuinya. Dan barang siapa yang menyembunyikannya,maka
sesungguhnya orang yang berdosa batinnya.
Akhirnya Allah mengingatkan
semua pihak bahwa Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan, walau
sekecil apapun, pekerjaan yang nyata maupun yang tersembunyi, yang dilakukan
oleh anggota badan, maupun hati.
C.
Surat Al-Maidah : 1
1. Teks dan terjemahan
يآَيُّهَاالَّذِيْنِءَامَنُوْاأُوْفُوابِاالعُقُوْدِ
أُحِلَّتْ لَكُمْ بَهِيْمَةُ الأَنْعَامِ إَلَّامَا يُتْلَى عَلَيْكُمْ
غَيْرَمُحِلَّى الَّصَيْدِ وَأَنْتُمْحُرُمٌ إِنَّ اللهَ يَحْكُمُ مَايُرِىْدُ
“Hai orang –orang yang beriman,
penuhilah akad-akad itu. Dihalalkan bagi kamu binatang ternak, kecuali yang
akan dibacakan kepada kamu, dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu
sedang dalam keadaan hurum. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut
yang Dia kehendaki”
2. Makna mufradat
أُفُوْابِاالعُقُوْدِ Penuhilah akad-akad itu, ketentuan yang telah Allah tetapkan dengan mengingat
nikmat dalm menghalalkan binatang ternak
بَهِيْمَةُ الأَنْعَامِ Binatang ternak, yang dimaksud
adalah unta,sapi,dan kambing. Binatang,burung, dan unggas pemakan
tumbuh-tumbuhan dan tidak ada dalil untuk mengharamkannya.
غَيْرَ مُحِلِّى الَّصَّيْدِ وَأَنْتُمْ حُرُمٌ Dengan tidak
menghalalkan berburu, ketika mereka dalam keadaan
hurum. Yang demikian itu dengan tidak menghalalkan,baik dengan melakukan
maupun dengan sekedar meyakini kehalalan berburu ketika kamu sedang dalam
keadaan hurum,yakni berihram untuk melaksanakan haji, umrah, atau memasuki
Tanah Haram.
3. Asbabunnuzul
Pada suatu waktu ada seorang
datang kepada Ibnu Mas’ud seraya berkata”Ikatlah janji denganku” sehubungan
dengan itu Abdillah bin Mas’ud tidak menjawab yang kemudian dia menghadap
Rasulullah saw menyampaikan apa yang disampaikan laki-laki itu.Sehubungan
dengan itu Allah menurunkan ayat pertama sebagai ketegasan, agar orang-orang
yang beriman menguatkan janji mereka dan memenuhinya. Disamping itu dihalalkan
bagimu binatang ternak yang disembelih atas nama Allah swt, seta berburu saat
melakukan ibadah haji dilarang.
4. Tafsir Ayat
Allah swt. menjelaskan kecaman-Nya kepada
Ahl-Al Kitab dengan mengakhirinya dengan uraian tentang warisan serta keharusan
memenuhi perjanjian dan ketetapan-ketetapan Allah Yang Maha Mengetahui. Dari
sini sangat wajar dan amat sesuai bila surah ini dimulai dengan tuntunan kepada
orang beriman untuk memenuhi akad dan ketentuan yana ada sambil mengingatkan
nikmat-Nya menyangkut dihalalkan binatang ternak untuk mereka. Allah memulai
tuntutan-Nya dengan menyeru: ”Hai orang-orang yang beriman”, untuk
membuktikan kebenaran iman kalian, penuhilah akad-akad itu, yakni baik
akad antara kamu dengan Allah yang terjalin melalui pengakuan kamu dengan
beriman kepada Nabi-Nya atau melalui nalar yang dianugrahkan–Nya kepadamu, demikian
juga perjanjian yang terjalin antara kamu dengan sesama manusia, bahkan
perjanjian antar kamu dengan diri kamu sendiri.Bahkan semula perjanjian tidak
mengandung pengharaman yang halal atau penglalalan yang haram.
“Telah dihalalkan bagi kamu apa yang
sebelumnya diharamkan atas Ahl al-Kitab yaitu binatang ternak, setelah
disembelih secara sah. Yakni dihalalkan bagi kamu memakannya,memanfaatkan
kulit,bulu,tulang dan lain-lain dari binatang ternak itu, kecuali atau tetapi
yangakan dibacakan kepada kamu, dalam Al-Qur’an Surat Al-An’am dan ayat
ketiga surat ini serta yang terdapat pada sunnah yang shahih, maka itu adalah
haram,antar lain sabda Rasulullah yang mengharamkan segala hewan yang
bertaring. Yang demikian itu dengan tidak
menghalalkan, baik dengan melakukanmaupun dengan sekedar meyakini kehalalan
berburu ketika kamu sedang dalam keadaan hurum , yakni berihram untuk
melaksanakan haji, umrah,atau memasuki Tanah Haram.Sesungguhnya Allah
menetapkan hukum–hukum halal dan haram,boleh atau tidak menurut yang
Dia kehendaki dan berdasarkan pengetahuan dan hikmah-Nya.Karena itu
penuhilah ketentuen-ketentuan-Nya.
Ayat-ayat yang dimulai dengan panggilan (يايهاالذين امنوا) adalah ayat-ayat yang turun di Makkah. Panggilan
semacam ini dimaksudkan agar mempersiapkan diri melaksanakan kandungan ajakan. Dalan
konteks ini diriwayatkan bahwa sahabat Nabi Mas’ud berkata: ”Jika anda
mendengar panggilan Ilahi yaa ayyuha alladzina amanuu, maka siapkanlah dengan
baik pendengaranmu, karena sesunggunya ada kebaikan yang Dia perintahkan atau
keburukan yang Dia larang”
Kata (العقود), makna pada mulanya memberikan sesuatu dengan
sempurna dalm arti melebihi kadar yang seharusnya. Menurut Thahir Ibnu Asyur
ketika turunnya Al-Qur’an,masyarakat mendapatkan kesulitan dalm menetapkan
ukuran adil karena kurangnya timbangan di kalangan mereka. Perintah ayat ini
menunjukan bahwa Al-Qur’an sangat menekankan perlunya memenuhi akad dalam
segala bentuk dan maknanya dengan mengecam mereka yang menyia-nyiakannya. Ini
karena rasa aman dan bahagia manusia secar pribadi atau tidak kolektif tidak
dapat terpenuhi, kecuali bila mereka memenuhi akad yang mereka jalani hingga
setiap muslim diwajibkan memenuhinya, walaupun hal tersebut merugikannya. Ini
karena kalau dibenarkan melepaskan ikatan perjanjian, maka rasa aman masyarakat
akan terkusik. Kerugian akibat seseorang memenuhi perjanjian terpaksa
ditetapkan demi memelihara rasa aman dan ketenangan seluruh anggota masyarakat
dan memang kepentingan umum harus didahulukan atas kepentingan perorangan.
Yang dimaksud
dengan ( الأنعام) dalam ayat ini adalah unta, sapi dan kambing. Makna dari ayat
tersebut semua binatang atau burung dan unggas yang memakan tumbuh-tumbuhan dan
tidak ada dalil agama yang mengharamkannya. Ada juga ulama’ yang megartikan
dengan ”Segala binatang darat dan laut yang berkaki empat ” atau “ Janin
yang telah mati dan keluar atau dikeluarkan dari perut binatang yang telah
disembelih secara sah” menurut pendapat Imam Syafi’i.
Allah swt
mengharamkan untuk berburu pada saat berihram, bukan saja untuk manusia, tapi
juga untuk seluruh makhluk baik binatang maupun tumbuhan. Pelarangan itu
bertujuan agar hati dan pikiran tertuju kepada Allah semata. Larangan berburu
adalah larangan menangkap binatang yang tidak jinak,baik dengan tangan atau
alat, seperti jala, tali, tomabak, panah dan lain-lain, atau dengan menggunakan
binatang terlatih.
D.
QS. Al- Isra’ : 34
1.
Teks dan terjemahan
وَلَاتَقْرَبُوْامَالَ اليَتِيْمِ إلَّابِالَّتِى هِيَ أَحْسَنُ حَتَّى
يَبْلُغُ الشُدَّهُ وَأُفُوْابِالعَهْدِإِنَّ العَهْدَكَانَ مَسْئُوْلًا
”Dan janganlah kamu
mendekati harta anak yatim ,kecuali dengan yang paling baik sampai ia dewasa
dan penuhilah janji: sesungguhnya janji pasti diminta pertanggung jawabnya”.
2.
Makna mufradat
وَلَاتَقْرَبُوْامَالَ
اليَتِيْم “Dan janganlah
mendekati harta anak yatim” kecuali (dengan
mengembangkan dan menginvestasikannya) tuntutan kepada para wali untuk
memelihara,dan mengembangkan harta yang dimiliki oleh kaum lemah seperti anak
yatim,dan tidak mengabaikan kebutuhan yang wajar dari pemilik harta yang tidak
mampu mengelola harta itu.
يَبْلُغُ الشُدَّهُ “Sampai ia dewasa”, sehingga bila
mereka telah hampir mencapai umur dewasa,maka ketika itu,bila wali telah
melihat tanda-tanda kecerdasan dan kepandaian memelihara harta mereka karena
ketika itu tidak ada lagi cara untuk menahannya.
وَأُفُوْابِالعَهْدِ ”Penuhilah janji” kepada siapa pun
kamu berjanji
إِنَّ العَهْدَكَانَ
مَسْئُوْلًا ”Sesungguhnya janji yang kamu
janjikan pasti diminta pertanggung jawabannya” oleh Allah swt. kelak
di hari kemudian,atau diminta kepada yang berjanji untuk memenuhi janjinya.
3.
Tafsir Ayat
Setelah melarang
perzinahan dan pembunuhan, maka kini dilarang melakukan pelanggaran terhadap
apa yang berkaitan erat dengan jiwa dan kehormatan,yakni harta. Ayat ini
menegaskan bahwa ”Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali
dengan cara yang paling baik”, yakni dengan mengembangkan dan
menginvestasikannya. Lakukan hal itu sampai ia dewasa. Dan bila mereka
telah sampai dewasa dan mampu, penuhilah janji kepada siapa pun kamu
berjanji. Sesungguhnya janji yang kamu janjikan pasti diminta
pertanggungjawabannya oleh Allah swt. kelak di hari kemudian, atau diminta
kepada yang berjanji untuk memenuhi janjinya.
Para wali juga diingatkan
agar tidak memanfaatkan harta anak yatim untuk kepentingan pribadi, dengan dalil
bahwa merekalah yang mengelolanya bukan anak-anak yatim itu. Memang para wali dapat memanfaatkannya dalam batas kepatutan, tetapi
tidak membelanjakan harta itu dalam keadaan tergesa-gesa sebelum ia dewasa.
Mengenai masalah
pemenuhan janji, adanya kenyataan bahwa sebagian besar hubungan social, saluran
system perekonomian dan masalah-masalah politik
berputar diatas poros perjanjian. Jika muncul ganjalan dalam masalah pelaksanaan
janji-janji, niscaya system social akan segera ambruk. Oleh karena itu kita
harus berpegang teguh pada pngucapan janji, apapun itu dan kepada siapapun.[6]
Daftar pustaka
Al-Qur’an Al Kariim
Saifuddin,Muhammad, Miracle The
Reference (Sigma Publishing :2010 Bandung)
Abdurrahman,Irman, Tafsir Nurul Qur’an, (Jakarta :
Al-Huda,2003)
Syaikh Asy-Syanqithi, Tafsir Adhwa’ul
bayan Jild 2 (Jakarta: Pustaka Azzam,2007)
Syaikh Asy-Syanqithi, Tafsir Adhwa’ul
bayan Jild 3 (Jakarta: Pustaka Azzam,2007)
Salman nano, Tafsir nurul Quran (Isfahan:Al-Huda,
2005)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar