Taghrir (Gharar)
Menurut
Adiwarman A. Karim dalam bukunya Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, Gharar
atau disebut juga taghrir adalah situasi dimana terjadi incomplete
information karena adanya uncertainty to both parties (ketidakpastian
dari kedua belah pihak yang bertransaksi). Dalam tadlis, yang terjadi
adalah pihak A tidak mengetahui apa yang diketahui pihak B (unknown to one
party). Sedangkan dalam taghrir, baik pihak A maupun pihak B
sama-sama tidak memiliki kepastian mengenai sesuatu yang ditransaksikan (uncertain
to both parties). Gharar ini terjadi bila kita mengubah sesuatu yang
seharusnya bersifat pasti (certain) menjadi tidak pasti (uncertain).
Contohnya, sebagai karyawan, kita menandatangani kontrak kerja di suatu
perusahaan dengan gaji Rp. 1.100.000,-/bulan. Kontrak ini bersifat pasti dan
mengikat kedua belah pihak, sehingga tidak boleh ada pihak yang mengubah
kesepakatan yang sudah pasti itu menjadi tidak pasti, misalnya mengubah system
gaji Rp 1,1 juta/bulan tersebut menjadi system bagi hasil dari keuntungan
perusahaan. Hal yang sama juga berlaku bagi kontrak jual-beli dan sewa-menyewa.
Gharar dapat juga terjadi dalam 4 hal, yakni :
1.
Kuantitas;
2.
Kualitas;
3.
Harga; dan
4.
Waktu penyerahan.
Bila salah
satu (atau lebih) dari factor-faktor diatas diubah dari certain menjadi uncertain,
maka terjadilah gharar.
Gharar dalam
kuantitas terjadi dalam kasus ijon, dimana penjual menyatakan akan membeli buah
yang belum tampak di pohon seharga Rp X. Dalam hal ini terjadi ketidakpastian
mengenai beberapa kuantitas buah yang dijual, karena memang tidak disepakati
sejak awal. Bila panennya 100 kg, harganya Rp X. bila panennya 50 kg, harganya
Rp X pula. Bila tidak panen, harganya X juga.
Contoh gharar
dalam kualitas adalah seorang
peternak yang menjual anak sapi yang masih dalam kandungan ibunya. Dalam kasus
ini terjadi ketidakpastian dalam hal kualitas objek transaksi, karena tidak ada
jaminan bahwa anak sapi tersebut akan lahir dengan sehat tanpa cacat, dan
dengan spesifikasi kualitas tertentu. Bagaimanapun kondisi anak sapi yang nanti
akan keluar dari induk sapi itu (walaupun terlahir dalam keadaan mati misalnya)
harus diterima oleh si pembeli dengan harga yang sudah disepakati.
Gharar dalam
harga terjadi bila, misalnya, bank syariah menyatakan akan memberi pembiayaan murabahah
rumah 1 tahun dengan margin 20% atau 2 tahun dengan margin 40%, kemudian
disepakati oleh nasabah. Ketidakpastian terjadi karena harga yang disepakati
tidak jelas, apakah 20% atau 40%. Kecuali bila nasabah menyatakan “setuju
melakukan transaksi murabahah rumah dengan margin 20% dibayar 1 tahun”,
maka barulah tidak terjadi gharar.
Contoh gharar
dalam waktu penyerahan terjadi bila seseorang menjual barang yang hilang
misalnya, seharga Rp X dan disetujui oleh si pembeli. Dalam kasus ini terjadi
ketidakpastian mengenai waktu penyerahan, karena si penjual dan pembeli
sama-sama tidak tahu kapankah barang yang hilang itu dapat ditemukan kembali.
Dalam keempat
bentuk gharar diatas, keadaan sama-sama rela yang dicapai bersifat
sementara, yaitu sementara keadaannya masih tidak jelas bagi kedua belah pihak.
Di kemudian hari, yaitu ketika keadaannya telah jelas salah satu pihak (penjual
dan pembeli) akan merasa terzalimi, walaupun pada awalnya tidak demikian.
Mekanisme Letter of Credit
Dalam buku
Letter Of Credit Dalam Teori dan Praktek karangan Soepriyo Andhibroto, Memahami
mekanisme letter of credit adalah penting artinya terutama dalam hal
untuk mengadakan pengawasan terlaksananya transaksi perdagangan ekspor-impor
khususnya dalam pengawasan terhadap flow of documents, pemberitahuan
mengenai perubahan L/C maupun dalam hal memecahkan masalah yang mungkin timbul
dikemudian hari.
Sejalan dengan
definisi yang telah diberikan diatas, mekanisme L/C secara skematif dapat
digambarkan seperti bagan pada halaman berikut ini.
Penjelasan :
1.
Pembeli dan penjual mengadakan
kontrak penjualan yang antara lain menyebutkan bahwa pembayaran atas transaksi
yang diperjanjikan dengan menggunakan letter of credit.
2.
Pembeli menginstruksikan
membuka L/C kepada bank relasinya-issuing bank-untuk kepentingan pihak penjual
(beneficiary).
3.
Issuing bank minta kepada
bank korespondennya, yang biasanya berada di Negara penjual, untuk
memberitahukan atau mengkonfirmasi L/C tersebut.
4.
Advising atau confirming
bank memberitahukan kepada penjual bahwa untuk kepentingannya telah dibuka
suatu L/C.
5.
Segera setelah penjual
menerima L/C dan sekiranya ia dapat memenuhi syarat-syarat yang tercantum di
dalamnya kemudian melaksanakan pengapalan/ pengiriman barang kepada pembeli.
6.
Penjual menyerahkan dokumen
pengapalan/pengangkutan beserta dokumen-dokumen lain yang diminta kepada bank
yang disebutkan dalam L/C dimana kredit itu berlaku dengan pembayaran,
akseptasi atau negoisasi. Dalam hal L/C tersebut termasuk jenis yang dapat
dinegosiasi oleh setiap bank (negotiation type) maka dokumen yang
bersangkutan dapat diserahkan kepada bank pilihan penjual untuk dinegosiasi.
7.
Bank memeriksa dokumen
tersebut dan apabila telah memenuhi syarat serta kondisi yang ditetapkan
kemudian melakukan pembayaran, mengaksep atau menegoisasi atas dasar L/C yang
bersangkutan. Dalam hal L/C berlaku dengan negoisasi (available by
negotiation), maka pihak issuing bank atau confirming bank akan menegoisasi
dengan tanpa adanya tanggung jawab penarik wesel (without recourse to
drawers). Sedang bagi bank lain, termasuk advising bank yang tidak
mengkonfirmasi L/C tersebut, akan menegoisasi dengan tanggung jawab penarik
wesel (with recourse to drawers). Perlu dijelaskan pula disini bahwa
negosiasi tanpa tanggung jawab penarik wesel berarti apabila drawer menolak
melunasi wesel yang dinegosiasi oleh bank koresponden, maka bank tersebut tidak
dapat menagih kembali pembayaran kepada beneficiary. Sedang negosiasi
dengan tanggung jawab penarik wesel, bank tersebut dapat menuntut pengembalian
pembayaran yang sudah diterima pihak beneficiary.
8.
Bank koresponden
mengirimkan dokumen kepada issuing bank.
9.
Issuing bank memeriksa
dokumen dan jika ternyata seluruhnya telah sesuai dan memenuhi persyaratan
dalam L/C kemudian reimburse menurut cara yang telah disetujui sebelumnya
kepada confirming bank atau bank lain yang telah melakukan pembayaran,
akseptasi atau negosiasi atas dasar L/C yang bersangkutan.
10. Apabila dokumen telah diperiksa oleh issuing bank dan kedapatan
sesuai dengan yang diminta dalam L/C kemudian diserahkan kepada pihak pembeli
setelah pembeli menebus dokumen tersebut
atau memenuhi perjanjian yang telah disepakati sebelumnya.
11. Pembeli mengirimkan dokumen pengangkutan kepada perusahaan
pelayaran atau perusahaan angkutan lainnya dalam rangka pengurusan pengiriman
barang ke gudang pembeli.
Adapun masalah
yang terjadi didalam transaksi letter of credit sehingga menimbulkan
unsur gharar adalah antara Negara satu dengan lainnya terdapat
perbedaan-perbedaan dalam bahasa, mata uang, takaran dan timbangan, hukum dan
kebiasaan dalam perdagangan dan lain-lainnya, masalah lain dapat timbul pula
dalam hal penjual bukanlah eksportir produsen tetapi hanya sebagai middleman
yang menjual barang dengan lebih dahulu membelinya dari pihak ketiga yang bertindak
sebagai sub contractor. Dalam keadaan demikian penjual biasanya berusaha
merahasiakan agar pembeli tidak mengetahui dan berhubungan langsung dengan sub
contractor tersebut. Sedang bagi pihak pembeli yang bukan merupakan konsumen
terakhir, guna mengendalikan cash flow-nya ia lebih cenderung untuk
menangguhkan atau memperlambat pembayaran atas barang yang dibeli sampai dia
dapat menjualnya lagi. Sudah barang tentu hal ini bertentangan dengan keinginan
penjual yang menghendaki agar segera mendapatkan pembayaran untuk memelihara
likuiditas bisnisnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar